Kamis, 12 Januari 2012

ke'istemewaan ka'bah sempat gegerkan NASA


Dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Ka’bah itu adalah sesistim tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas." Sabda Nabi ini menegaskan bahwa kota Mekah dimana Ka'bah berada, merupakan pusat bumi, dan penelitian ilmiah membuktikan hal ini.

Seperti dikutip dari berbafai sumber, termasuk dari VIVAnews Forum, salah satu yang mengetahui kebenaran sabda Rasululan adalah Neil Amstrong, astronot berkebangsaan Amerika yang menjadi orang pertama yang menginjakkan kakinya di bulan.

Ketika Amstrong sedang melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet bumi, ia berkata, “Planet bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya?”

Selain Amstrong, astronot lain juga menemukan fakta bahwa planet bumi mengeluarkan semacam radiasi, yang kemudian diketahui sebagai medan magnet. Penemuan ini sempat mengguncang National Aeronautics and Space Administration (NASA), badan antariksa Amerika Serikat, dan temuan ini sempat dipublikasikan melalui Internet. Namun entah mengapa, setelah 21 hari tayang, website yang mempublikasikan temuan itu hilang dari dunia maya, seolah memang sengaja dihapus demi kepentingan tertentu.

Namun demikian, keberadaan radiasi itu tetap diteliti, dan akhirnya diketahui kalau radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tempat dimana Ka’bah berada. Yang lebih mengejutkan, radiasi tersebut ternyata bersifat infinite (tidak berujung). Hal ini terbuktikan ketika para astronot mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih tetap terlihat. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub. Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Bahkan jika kita mengelilingi Ka’bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius.

Penelitian lainnya mengungkapkan, batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah museum di Inggris, ada tiga buah potongan batu dari Ka'bah tersebut, dan pihak museum juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda : "Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam."


Bukti lain

Prof. Hussain Kamel, seorang ilmuwan, juga menemukan fakta bahwa Mekah memang pusat bumi. Penemuan terjadi saat ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia.

Untuk tujuan ini, ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama posisi ketujuh benua terhadap Mekah dan jarak antara benua-benua tersebut dengan Mekah. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang.

Setelah dua tahun melakukan pekerjaan yang sulit dan berat itu, ia terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan variasi-variasi yang berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, bahwa Mekah merupakan pusat bumi.

Ia menyadari kemungkinan menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebagai titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Agustus 1978).

Gambar-gambar Satelit, yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama ketika studi-studi lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan.

Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Mekah.

Dalam Al Qur'an, Allah berfirman; "Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya..." (asy-Syura: 7)

Kata ‘Ummul Qura’ berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Mekah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya.

Dulu, sebelum bumi menjadi seperti keadaannya yang sekarang, planet tempat tinggal manusia dan jin ini ditutupi air (samudera). Kemudian gunung api di dasar samudera meletus dengan dahsyat, memuntahkan lava dan magma dalam jumlah yang teramat banyak, yang kemudian membentuk gundukan tanah serupa bukit. Di bukit ini lah Ka’bah berdiri. Studi ilmiah membuktikan, batu basal yang ditemukan di kota Meka merupakan batuan purba. Jadi jelas, setelah kawasan Mekah terbentuk, daratan meluas hingga seperti saat ini.
 
sumber

apa itu hajar aswad ???

Dalam beberapa pekan ini kita akan kedatangan para jamaah haji yang baru pulang dari Ibadah haji di Makkah. Tentusaja ada cerita tentang Air Zam-zam juga ada cerita Hajar Aswad yang berupa batu hitam itu. Nah, berbicara soal batu tentunya sebagai ahli batu akan tertarik untuk melihat, jenis batu apakah Hajar Aswad ini ?


Pak Lik Marufin yang senang sekali dengan dunia langitan, atau dunia langit juga ikuta menuliskan tentang batu ini. Karena banyak cerita dibalik batu hitam Hajar Aswad ini sebagai batuan meteorit. Benarkah ?

“Tapi apapun yang ada di dunia ini kan dari Yang Maha Kuasa yang ada diatas sana kan, Pakde ? “Tuhan yang maha kuasa tentunya tidak harus diatas sana kan, Thole. Tuhan ada dimana-mana termausk dihati kita”

Barangkali tak ada sebutir batu yang paling banyak dihormati dan dicium umat manusia selain Hajar Aswad. Berdiri tegak di pojok tenggara Ka’bah, batu ini senantiasa menarik perhatian umat manusia yang berthawaf di Ka’bah baik dalam rangka menunaikan ibadah haji atau umrah. Bersamaan dengan itu menarik pula untuk mencermati darimana asal batu hitam ini.

Paklik Marufin memulai dongengannya tentang  Hajar Aswad atau Batu Hitam atau Black Stone dibawah ini,

Dahulu Hajar Aswad berupa batuan utuh yang diperkirakan berukuran 30 cm. Kini merupakan 15 pecahan yang ditanam dalam sebuah matriks semen sebagai pengikatnya, yang dilakukan pada masa restorasi al-Utsmani tahun 1631. Dari 15 pecahan, hanya 8 yang nampak di permukaan matrik. Matriks semen selanjutnya dilindungi dengan lingkaran perak, kebiasaan sejak zaman Abdullah ibn Zubair di akhir kekhalifahan Khulafaur Rasyidin.

Prior-Hey, seorang geolog, pada tahun 1953 mempublikasikan Catalog of Meteorites yang telah bertahun disusunnya. Hajar Aswad oleh Prior-Hey dianggap merupakan batu meteor (meteorit) sehingga turut dimasukkan ke dalam katalognya. Anggapan Prior-Hey rupanya berasal dari pendapat Kahn, seorang geolog lainnya, yang pada tahun 1936 memang berpendapat Hajar Aswad adalah meteorit aerolit, yakni meteorit yang tersusun oleh senyawa-senyawa penyusun batuan dan tidak didominasi oleh Besi dan Nikel yang berlimpah sebagaimana halnya meteorit besi (siderit). Sejak itu anggapan bahwa Hajar Aswad merupakan batu meteor terpatri dalam benak publik. Seorang Agus Mustofa misalnya, dalam bukunya yang terkenal “Pusaran Energi Ka’bah” mendukung ide Hajar Aswad sebagai meteorit lewat jalan yang, menurut Paklik Marufin, agak aneh yakni dengan mendasarkan terjadinya peristiwa sambaran petir terhadap Ka’bah tatkala Makkah diguyur hujan rintik-rintik pada suatu musim haji. Agus Mustofa meyakini petir menyambar Ka’bah, bukan bangunan lainnya yang lebih tinggi, karena konduktivitas Hajar Aswad yang disebabkan oleh berlebihnya kandungan Besi didalamnya.

    “Lah memangnya kandungan besinya seberapa bisa menarik sambaran petir ya , Pakde?

Sebenarnya sangat sulit memahamkan Hajar Aswad sebagai meteorit. Beberapa sifat dasar Hajar Aswad, seperti diketahui pada tahun 950 saat Gubernur Makkah Abdullah ibn Akim menguji batu-batu yang diduga Hajar Aswad yang dicuri sekte Ismailiyah Qaramithah 22 tahun sebelumnya, adalah terapung di air dan tidak pecah/terpanaskan meskipun dibakar di nyala api. Terapung di air menandakan densitas (massa jenis) Hajar Aswad lebih kecil dibanding densitas air, sehingga densitas Hajar Aswad kurang dari 1 gram/cc. Sementara tidak terpanaskan tatkala dibakar menunjukkan konduktivitas termal Hajar Aswad rendah dan tidak pecah akibat panas menunjukkan kekuatannya (daya ikat antar penyusunnya) cukup tinggi. Sifat lainnya, sebagaimana dipaparkan geolog Farouk el-Baz tatkala menunaikan ibadah haji, adalah tingkat kekerasannya yang tinggi (minimal skala Mohs 7 atau setara batu permata). Sifat lainnya lagi adalah warnanya yang putih susu, sebagaimana dipaparkan sejarawan Muhammad ibn Nafi al Khaza’i yang menyaksikan langsung kondisi Hajar Aswad menjelang restorasi Sultan Murad al-Utsmani di tahun 1631.

     “Looh Pakdhe. Batu Hajar Aswad itu pernah dicuri ya Pakdhe ?”

     “Hajar al-Aswad itu memang diceritakan sejarawan pernah dicuri dari Ka’bah sekitar 930 Masehi oleh prajurit Qarmatian yang merupakan sekte Syiah Ismaeeli. Mereka menguasai Mekah, menodai Sumur Zamzam dengan mayat Muslim dan membawa Hajar Aswad pergi ke basis mereka di Ihsaa, di Bahrain abad pertengahan. Menurut sejarawan al-Juwaini, batu itu dikembalikan di sekitar 952 CE dan dikembalikan ke lokasi semula.

Sementara meteorit yang ditemukan di Bumi, selalu memiliki densitas lebih dari 1 gram/cc. Meteorit batuan memiliki densitas antara 2 – 4 gram/cc, sementara meteorit besi jauh lebih besar yakni 7,8 gram/cc. Termasuk ke dalam meteorit batu misalnya meteorit palasit, yang unik karena tersusun dari kumpulan kristal berwarna putih susu dan jarang dijumpai. Densitas meteorit yang terkecil yang pernah ditemukan adalah 1,8 gram/cc yakni dari meteorit Tagish Lake yang jatuh di Kanada pada 18 Januari 2000. Tidak ada meteorit yang memiliki densitas lebih kecil dari 1 gram/cc. Selain itu, ketahanan dan kekerasan meteorit berbanding lurus dengan densitasnya. Sehingga jika Hajar Aswad adalah meteorit, dengan kekerasan Mohs 7 maka setidaknya ia harus memiliki densitas di atas 5 gram/cc, satu hal yang tak nyata karena di sisi lain akan menyebabkannya tenggelam ketika ditaruh di air. 

Meteorit Pallasit
Dugaan meteorit pallasit

Disebelah kanan ini adalah meteorit pallasit, meteorit batuan yang mengandung butiran-butiran olivine, yang beberapa diantaranya berwarna putih susu dan beberapa lainnya relatif tembus cahaya. Hajar Aswad semula dikira mineral olivine monolitik dalam meteorit palasit. Namun ciri-ciri keduanya sangat berbeda.

Pengamatan fotografis memang menunjukkan ada jenis meteor yang memiliki densitas lebih kecil dari 1 gram/cc, yakni meteor-meteor yang berasal dari remah-remah komet, yakni meteor yang tergabung dalam hujan meteor periodik. Ini juga ditunjang hasil pengamatan wahana antariksa terhadap komet tertentu seperti komet Halley, Borrely, Wild dan Tempel-1 yang semuanya menunjukkan bahwa densitas komet lebih kecil dari 1 gram/cc. Namun meteor-meteor periodik ini tak pernah bisa menyisakan meteorit karena senantiasa habis terbakar di atmosfer Bumi. Dan dengan sifat komet yang rapuh, yang tersusun dari gumpalan debu-debu sehalus bedak, merupakan sifat yang sangat berkebalikan dengan Hajar Aswad. Karena itu gagasan Hajar Aswad sebagai meteorit mendapat tantangan dari segenap penjuru mengingat sifat-sifat kedua benda tersebut saling berkebalikan satu sama lain.

Ide Hajar Aswad sebagai meteorit, terakhir kali diangkat Elsebeth Thomsen, seorang geolog dan palentolog Swedia pada tahun 1980. Kali ini Thomsen menggunakan pendekatan tak langsung, yakni dengan menegakkan dugaan bahwa Hajar Aswad kemungkinan besar merupakan batuan yang dibentuk akibat suatu proses tumbukan benda langit, yakni proses jatuhnya meteorit besar (boloid) dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga diikuti pelepasan energi kinetik yang sangat besar sehingga menyamai kuantitas energi yang dilepaskan dalam peristiwa ledakan nuklir.
Dugaan sebagai impactit (batuan metamorfik tingkat tinggi)

Dibanding gagasan sebelumnya, hipotesis Thomsen menawarkan sesuatu yang lebih menarik. Thomsen secara tegas menunjuk Hajar Aswad sebagai sejenis impaktit, yaitu batuan metamorfik tingkat tinggi yang hanya bisa dihasilkan akibat tumbukan boloid di sedimen pasir lepas seperti terdapat di padang pasir. Ketika sebuah tumbukan benda langit terjadi, gelombang kejut yang dihasilkannya mampu melelehkan silika dalam pasir dan mencampurnya dengan material boloid menjadi lelehan mirip lava yang khas, namun hanya berlangsung hingga jarak tertentu dari titik tumbuk. Di luar jarak tersebut, gelombang kejut hanya mampu menekan dan memampatkan butir-butir pasir demikian padat hingga menjadi bongkah-bongkah mirip batupasir. Di padang pasir ar-Rub’ al-Khali alias Empty Quarter yang membentang di bagian selatan Jazirah Arabia, memang dijumpai sebuah struktur kawah tumbukan, yakni Struktur Wabar, yang berada di wilayah al-Hadida pada jarak 550 km di sebelah tenggara kota Riyadh, ibukota Saudi Arabia.

     “Pakde, batuan metamorfik itu apa ?”

     “Thole, kita kan mengenal ada tiga jenis batuan. Batuan Sedimen yaitu hasil pengendapan material yang terbawa angin, air maupun es, juga ada Batuan Beku yang berasal dari pembekuan magma, dan ada Batuan Metamorf atau batuan malihan yang merupakan batu hasil perubahan akibat temperatur dan tekanan tinggi.

Impaktit dijumpai di Struktur Wabar sebagai bongkahan berwarna putih susu yang beberapa diantaranya berongga-rongga sehingga bisa mengapung di air selayaknya batu apung (pumice). Sejumlah impaktit ditemukan terselaputi lapisan tipis kehitaman mengkilap yang sejatinya merupakan campuran lelehan silika dengan material boloid. Uji penanggalan (dating) dengan metode fission-track terhadap sampel impaktit yang tersimpan di British Museum dan Smithsonian Institution, hasil ekspedisi 1932, oleh Storzer dan Wagner di tahun 1977 menghasilkan irisan waktu menggetarkan : impaktit tersebut terbentuk 64 abad silam. Ini melampaui waktu pembangunan kembali Ka’bah (dan juga peletakan Hajar Aswad) oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, yang dalam konteks sejarah diletakkan terjadi pada 40 abad silam. Ketika sifatnya sama dan umurnya lebih tua dari waktu pembangunan Ka’bah, akankah Hajar Aswad sesungguhnya adalah impaktit Wabar ?
Source http://www.panoramio.com/photo/21347416

Lokasi Wabar Crater Arabia

Struktur Wabar memiliki luas 1.000 x 500 meter persegi yang terdiri dari 3 buah kawah, masing-masing berdiameter 116 m, 64 m dan 11 m. Struktur Wabar terbentuk ketika sebuah boloid besi (tersusun oleh 90 % Besi dan 4 % Nikel) seberat 3.170 ton jatuh menghantam pada kecepatan 5-7 km/detik hingga melepaskan energi setara 10 kiloton TNT atau separuh energi ledakan bom Hiroshima. Wabar adalah 1 dari 17 struktur tumbukan yang masih menyisakan boloid pembentuknya, di antara lebih dari 170 struktur yang telah disahihkan sebagai struktur tumbukan berdasarkan investigasi geologi. Wabar pertama kali dikunjungi manusia dalam ekspedisi Harry St. John “Abdullah” Philby tahun 1932. Di tahun 1965, para geolog ARAMCO (perusahaan minyak patungan AS dan Saudi Arabia) mengunjungi lokasi ini dan berhasil mengangkat sisa boloid Wabar seberat 2,2 ton yang kemudian disimpan di King Saud University, Riyadh.

Namun survei geologi mendetail belum pernah dilaksanakan sebelum tahun 1994, tatkala geolog legendaris Eugene M. Shoemaker melaksanakan 3 investigasi komprehensif terhadap Struktur Wabar. Selain berhasil mengungkap morfologinya, struktur geologinya dan proses pembentukan kenampakan-kenampakan unik di dalam struktur, Shoemaker juga melakukan penanggalan dengan metode termoluminesens yang hasilnya tak kalah mencengangkan : Struktur Wabar terbentuk kurang dari 4,5 abad silam, bukan 64 abad silam. Kesimpulan ini didukung dari analisis kuantitatif terpisah yang dikerjakan pakar gurun pasir terhadap kecepatan penimbunan kawah-kawah di Wabar oleh pasir. Setelah sempat diduga Struktur Wabar terbentuk ketika muncul fenomena fireball Nejed pada tahun 1863 dan 1891, analisis lebih lanjut yang lebih hati-hati akhirnya menyimpulkan Struktur Wabar terbentuk di kala senja 9 Januari 1704 alias 3 abad silam. Tumbukan benda langit yang membentuk Struktur Wabar demikian dahsyatnya sehingga suara dentumannya terdengar ke seluruh penjuru Jazirah Arabia, satu fenomena tak biasa yang dicatat penyair-penyair Arab dalam puisi-puisinya.

View Larger Map
Umurnya tidak klop.

Dan akhirnya, hipotesis Thomsen pun rontok dengan sendirinya setelah diketahui bahwa Struktur Wabar berusia 3 abad, jauh lebih muda ketimbang masa pembangunan Ka’bah 40 abad silam. Paklik Marufin meyakini jelas bahwa Hajar Aswad bukanlah meteorit, juga bukanlah impaktit. Sehingga kita bisa mencoret Hajar Aswad dari katalog meteorit. Lantas darimana asal Hajar Aswad itu sebenarnya? Inilah pertanyaan yang tetap menggelitik dalam perspektif ilmu pengetahuan terkini.

Nah begitulah pengetahuan tentang Hajar Aswad dari sisi keilmuan tentang batu-batuan yang dikisahkan oleh PakLik Marufin. Memang bukan menyimpulkan batuan apakah Hajar Aswad itu. Namun dengan mempelajari batuan inipun kita akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak berupa pengetahuan yang jauh berharga dari sekedar meyakininya saja. keyakinan yang terus dikembangkan selalu saja mendapatkan manfaat.